Selalu ada cerita rakyat yang masih terus dipercaya.

Mengutip Tribun Manado, cerita legenda, cerita rakyat memang selalu mendapat tempat tersendiri di teling warga Indonesia, tak terkecuali warga .

Mulai dari cerita Maling Kundang, Danau Toba, hingga .

Ya Baru terungkap ternyata ada Batu Sakti di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut).

Batu Sakti itu menurut cerita rakyat, katanya bisa menggandakan diri.

Entah benar atau tidak, namun banyak yang percaya soal kesaktian Batu Sakti berlokasi di depan Kantor Kelurahan Tikala Ares, Manado.

Menurut cerita rakyat, bahkan ada yang datang ke Batu Sakti itu dan membawa dupa.

Ya tersembunyi di antara pemukiman warga yang padat di Kelurahan Tikala Ares Lingkungan 2, Kecamatan Tikala, Manado, Sulawesi Utara, objek wisata berperang dengan zaman.

Meski begitu, Batu Sakti yang ternyata diberi nama Watu Sumanti itu masih terus mencoba eksis.

Berhadapan dengan penduduk yang modern dan individualis, watu (batu) itu sesekali menampakkan kesaktiannya; ia menggandakan diri.

Pada waktu-waktu tertentu, Batu Sakti itu menang atas zaman.

Banyak warga yang datang padanya, meletakkan dupa maupun sesajen.

Namun lebih banyak ia dikalahkan.

Bahkan warga sekitar yang sejarahnya dilahirkan dari batu itu tak mau tahu dengan keberadaannya.

Lokasi Batu Sakti Watu Sumanti

Watu itu berlokasi di depan Kantor Kelurahan Tikala Ares, Kota Manado, Sulut.

Kantor berada di ujung lorong sempit pada jalan yang menghubungkan daerah Banjer, Pumorow, dan Tikala.

Lokasi itu hanya terpisah jarak puluhan meter dengan kantor Walikota Manado.

Sesajen dan Dupa Ada di Atas Batu

Watu tersebut terdiri dari sekira sepuluh batu vertikal dengan ukuran 15-30 cm.

Batu-batu itu berhadapan dengan tiga batu pipih dan pendek.

Aneka sesajen serta dupa digelar di atas tiga batu pipih tersebut.

Watu tersebut dipagari dengan pagar besi.

Pada jarak semeter dari watu, berdiri prasasti yang menerangkan sejarahnya dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Sebuah pendopo kecil dibangun tak jauh dari prasasti tersebut.

Keadaan di sana begitu sunyi.

Hiruk pikuk pemukiman di kelilingnya seolah tak tembus ke sekitar Watu Sumanti.

Seakan ada dua dunia, satu dunia modern yang luas dan mengitimidasi, satu dunia tradisional yang kian terkikis.

Padahal, menurut sejarah, semua yang ada di sekitarnya, bahkan Manado berasal dari batu itu.

Batu Sakti Itu Jadi Tanda Pendirian Desa di Manado

Watu itu menandai pemukiman pertama di Manado.

Watu itu hadir sebagai tanda pendirian desa atau tempat pemukiman baru.

Area sekitar batu itu adalah tanah lapang yang kemudian menjadi tempat pemukiman Wanua Ares, pemukiman pertama di Kota Manado.

Di Batu Itu Pernah Dilakukan Ritual Pengusiran Roh jahat

Dalam tradisi Minahasa, Watu Sumanti berasal dari kata watu (batu) dan santi (pedang).

Artinya, batu pedang.

Dahulu kala, para Tonaas Minahasa melakukan ritual pengusiran roh jahat atau mengobati penyakit di batu itu dengan cara mengayunkan pedang.

Batu Sakti yang Bisa Menggandakan Diri, Dulu Dua Sekarang Jadi Banyak

Menurut sejumlah warga setempat, batu tersebut unik karena selalu menggandakan diri.

Menurut Feki Lasut, warga setempat batu tersebut dulunya hanya dua.

“Namun sekarang ada banyak sekali, batu itu menggandakan dirinya,” kata dia.

Dianggap Keramat hingga Tak Ada Warga yang Mau Mendekat

Lanjut Feki Lasut, dulunya batu itu dianggap keramat oleh warga setempat.

Tak ada yang berani mendekat tempat itu.

“Semua hormat dengan batu itu,” kata dia.

Feki menuturkan, sejumlah warga pernah mengalami kejadian gaib dengan batu itu.

Dari seorang rekannya, ia mendengar cerita bahwa batu itu satu-satunya tempat yang tidak terkena banjir saat banjir besar tahun 1936 di Manado.

“Kala itu semua mengungsi ke Bumi Beringin. Anehnya batu itu tidak kebanjiran padahal posisinya berada tak jauh dari sungai,” kata dia.

Feki mengatakan, batu itu hilang peranannya seiring waktu.

Dari batu bertuah, batu itu mulai diabaikan, bahkan dilupakan.

“Di sini banyak sekali pendatang, orang asli Ares makin sedikit, apalagi dengan kemajuan teknologi,” kata dia.

Meski demikian, Feki menganggap batu itu tetap punya arti penting sebagai pengingat identitas serta arah di masa depan.

“Ini pun sangat bagus untuk pariwisata,” kata dia.

Ada Orang yang Sering Bermalam di Batu Sakti Itu

Fivi, warga lainnya, mengatakan, batu itu masih sering dikunjungi sejumlah orang pada malam tertentu.

Menurut dia, orang-orang tersebut sering bermalam di tempat itu.

Tribunmanado.co.id mendapati sebuah motor parkir di seputaran watu.

Pengemudinya dua orang, sama-sama “bertapa” di batu itu.

Usia keduanya antara 30-40 tahun. ***

Baca berita-berita terbaru jafarbuaisme.com di Google News.