Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memulai babak baru dalam mengusut kasus dugaan suap yang berkaitan dengan Djoko Tjandra. Mulai pekan depan, Kejagung akan memeriksa politisi Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya sebagai tersangka.
“Jadwal penyidik kalau nggak salah untuk Andi Irfan minggu depan Senin atau Selasa,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Febrie Adriansyah, kepada wartawan di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta Selatan, Selasa (15/9/2020) seperti dilansir laman detikNews.
“Andi Irfan babak baru karena belum pernah diperiksa (sebagai tersangka) di sini kan,” sambungnya.
Sejauh ini, Febrie belum mengantongi bukti yang cukup untuk membuktikan dugaan aliran uang yang diterima Andi. Mengingat, Kejagung belum pernah memeriksa lebih lanjut Andi usai ditetapkan sebagai tersangka.
“Sampai sekarang belum ada alat bukti. Belum sampai kita dalami dia menerima uang atau tidak dari Djoko Tjandra,” ujarnya.
Sejauh ini, berkas perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari telah lebih dulu dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat. Selanjutnya, Kejagung akan mengebut penyelesaian berkas perkara dua tersangka lainnya yaitu Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.
“Saya yakin kalau Pinangki ini sudah jalan ya pasti anak-anak pasti konsentrasi di perkara yang dua lagi, Djoko Tjandra dan Andi Irfan. Konsentrasi mungkin penggabungan dengan berkas polisi kemudian Andi Irfan,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Andi Irfan Jaya ditetapkan sebagai tersangka sejak Rabu (2/9) lalu dan langsung ditahan di Rutan KPK. Ia diwajibkan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sejak penahanan. Selama diisolasi, penyidik belum bisa memeriksa Andi karena aturan yang diberikan KPK.
“Andi Irfan kan ditahan belum diperiksa juga nih karena ada isolasi selama 2 minggu, khawatir juga,” kata Dirdik Jampidus Febrie Adriansyah kepada wartawan di Gedung Bundar Jampidsus, Jl Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (8/9).
Andi Irfan sendiri telah menjalani pemeriksaan di Kejagung selama 2 kali. Saat itu statusnya sebagai saksi dalam kasus hukum yang menjerat jaksa Pinangki Sirna Malasari. Andi Irfan ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan yang ke-2 pada Rabu (2/9) lalu.
Dalam skandal suap ini, Djoko Tjandra diduga memberikan suap kepada Pinangki, yang menjanjikan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar bebas dari eksekusi hukuman pidana dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Andi Irfan Jaya diduga sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra ke Pinangki.
Pusaran kasus Djoko Tjandra memang menyeret sejumlah nama. Selain Jaksa Pinangki, mantan politisi Nasdem Andi Irfan Jaya-lah yang disebut-sebut sebagai perantara dugaan suap yang dilakukan Djoko Tjandra. Siapa sebenarnya Andi Irfan Jaya? Apa perannya dalam kasus yang menyeret sejumlah nama baik dikejaksaan maupun dikepolisian? Benarkah Andi Irfan otak dibalik kasus suap miliaran rupiah? Atau sebaliknya, Pinangki dan Andi Irfan Jaya hanya “pion” pesuruh belaka?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan diminta untuk mengusut tuntas keterlibatan mantan politikus Partai NasDem Andi Irfan Jaya dalam sengkarut kasus Joko S Tjandra. Teranyar, ada dugaan bahwa ada oknum DPR di Komisi III terlibat dalam kasus yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari itu.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, penyidik Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung perlu menelusuri keterlibatan oknum Anggota Komisi III DPR. Di mana, dugaan adanya keterlibatan anggota dewan itu dihembuskan oleh mantan Sekretaris Jenderal NasDem Rio Patrice Capella.
“Sepanjang ada buktinya, penyidik harus menelusuri adanya dugaan itu,” kata Boyamin, di Jakarta, Selasa (15/9).
Setidaknya, Boyamin menyarankan penyidik untuk memeriksa oknum anggota dewan tersebut sebagai saksi. Hal ini untuk membuat terang kasus yang menyeret nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari tersebut.
“Betul, setidaknya diperiksa sebagai saksi,” singkat Boyamin.
Apa yang diungkap mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Patrice Rio Capella soal dugaan adanya keterlibatan anggota Komisi III DPR ini, sudah semestinya ditelisik, untuk menegaskan berlakunya asas persamaan di muka hukum.
Di kesempatan berbeda, Patrice Rio Capella menyerukan, Andi Irfan Jaya bukan pemain tunggal. Dia meyakini ada orang berpengaruh di baliknya. Secara logika, kata Rio, Andi Irfan bukan siapa-siapa dalam kaitan dengan Joko Tjandra.
“Ini kan ada tiga klaster, polisi, jaksa, dan politisi, saya yakin ini otaknya adalah klaster politisi, jadi KPK harus usut ini klaster politik, yang belum terbongkar adalah siapa atasannya Andi Irfan Jaya,” kata Rio.
Karena itu, Rio menegaskan, semua pertalian Andi Irfan dengan pihak di belakangnya harus diungkap.
Rio menyebut bahwa semua fakta belum terbuka. Sebab, Andi Irfan belum diperiksa karena yang bersangkutan diduga terpapar covid-19. Dia menduga pihak politisi kuat di belakang Andi Irfan yang mencari dan menghubungi para pihak. Nominal yang terungkap dari kasus ini, yakni USD100 Juta atau Rp1,5 triliun, bukan level permainan Andi Irfan.
“Andi Irfan Jaya itu dulu adalah peneliti, atau surveyor di Makasar lalu kenal dengan politisi Nasdem, ditarik jadi Wakil Ketua di Sulsel. Jadi atasan Andi Irfan ini lah yang menjual pengaruhnya ke Djoko Tjandra,” tutur Rio.
Sebaliknya, anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan kasus Joko Tjandra memperlihatkan sekaligus membuktikan jika aparat penegak hukum telah mengerjai hukum yang ada di Indonesia.
“Memprihatinkan sekali, akhirnya spekulasi publik selama ini bahwa aparat penegak hukum mengerjai hukum, ya terjadi,” ungkap Nasir kepada wartawan, Selasa (15/9).
Dia mengatakan, yang lebih memprihatinkan lagi, kasus ini melibatkan oknum penegak hukum mulai dari atas sampai bawah. Keterlibatan banyak pihak ini diibaratkannya semacam kecurangan di pemilu, yakni terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Nasir menilai penegakan hukum harus tanpa kecuali, termasuk jika ada oknum DPR yang terlibat.
“Ya DPR itu kan bagian dari lingkaran kekuasaan. Sekelas Joko Tjandra pasti bersandar pada kekuasaan di negeri ini. Jadi, tidak mau main setengah-setengah. Presiden harus ingat lagu Iwan Fals, bongkar. Ya harus dibongkar. Pak Idham Aziz juga suka lagu bongkar,” tuturnya.
Soal kemungkinan adanya kolega di komisinya yang terlibat, dia menyerukan agar diusut saja. Jika ditemukan bukti, maka parpol yang bersangkutan segera menindak anggotanya.
“Jadi kalau ada oknum di DPR yang bermain dikembalikan ke partai politik masing-masing. Kalau kita berpatokan pada equality before the law (semua sama di depan hukum) tidak ada hambatan sebenarnya. Namun, tetap kedepankan praduga tak bersalah,” tandasnya. ***