Damai Lembah Napu tiba-tiba terusik lagi. Selasa, 11 Mei 2021 sekitar pukul 07.30 Waktu Indonesia Tengah empat petani Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah menjadi korban penyerangan kelompok Mujahiddin Indonesia Timur. Keempatnya meregang nyawa sia-sia.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi Didik Supranoto segera memberikan keterangan resminya setelah sejumlah jurnalis menghubunginya.

Ia membenarkan rangkaian kejadian itu dan ditemukannya empat petani korban di dua lokasi berbeda.

Mereka yang menjadi korban adalah Paulus Papa, Lukas Lesse, Marten Solo dan Simson Susa. Keempatnya diketahui bersuku Toraja dan sudah lama menetap di Lembah Napu.

“Pelaku serangan di Kalemago itu adalah Mujahiddin Indonesia Timur. Berdasarkan keterangan saksi, seorang dari lima orang yang mendatangi mereka ada salah seorang yang mirip Qatar alias Farel alias Anas,” jelas Didik.

Rabu, 12 Mei 2021, keempatnya telah dikebumikan di tanah kehidupannya di Kalemago. Mereka telah menyelesaikan tugas hidupnya.

Sekarang yang menarik, mengapa tiba-tiba Qatar alias Farel alias Anas mengambil peran dalam aksi brutal ini? Apakah dia adalah Amir atau pemimpin baru kelompok sipil bersenjata ini? Diduga Qatar unjuk diri setelah Ali Kalora tertembak pada Senin, 1 Maret 2021 di Pegunungan Andole, Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara. Sedang Ali Kalora, seperti keterangan salah seorang sumber, saat ini tengah bersembunyi atau disembunyikan di sekitar wilayah Poso Pesisir Utara.

Qatar bukan orang baru di kelompok ini. Ia mulai bergabung dengan MIT sejak masih dipimpin Santoso alias Abu Wardah yang tewas ditembak Satuan Tugas Operasi Tinombala pada 18 Juli 2016. Ia aktif dalam tadrib asykari atau pelatihan milisi yang digelar Santoso. Ia licin bak belut. Berkali-kali diburu, ia terus lolos. Lelaki asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini juga dikenal garang. Dalam beberapa kasus, ia menjadi eksekutornya.

Dua bulan lalu, ketika Ali Kalora menyatakan akan menyerah, Qatar yang justru menghalangi keinginan Ali Kalora.

Pengamat terorisme sekaligus Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones bahkan menyebut Qatar yang lebih berpengaruh dibanding Ali Kalora dalam tubuh MIT.

“Jangan lihat Ali Kalora sebagai pemimpin satu-satunya di kelompok itu sepeninggal Santoso. Ada pemimpin kedua yakni Qatar dari Bima yang sudah lama bergabung sejak Santoso masih hidup. Ia lebih kharismatik dari Ali Kalora,” sebut Sidney yang pernah lama menetap di Indonesia itu.

Menurut Sidney, jejaring teroris di Poso tak bisa dilihat secara lokal saja. Mereka punya jejaring nasional bahkan internasional.

Sejak zaman Jamaah Islamiyah banyak mentor dari Jawa dan Makassar dikirim ke Poso untuk melatih Asykari dari kelompok ini. Mereka umumnya adalah bekas kombatan Afghanistan dan berpengalaman pula di Moro, Philipina Selatan.

Zaman Santoso, bahkan kelompok ini pernah mendapat dukungan keuangan dari Suriah setelah mereka berbaiat kepada Islamic State Iran and Suriah pimpinan Abu Akbar Albaghdadi.

“Ada jaringan internasional, Santoso bisa membeli senjata dari Mindanao dengan bantuan dari Suriah,” sebut pengamat terorisme itu dalam sebuah diskusi virtual yang dihelat detik.com.

Dan dalam kait kelindan jejaring terorisme itu, ada nama Qatar yang diyakini Sidney Jones lebih kuat daripada Ali Kalora. Apakah kini Qatar yang menjadi Amir Mujahiddin Indonesia Timur? Pertanyaan ini akan segera terjawab dalam waktu dekat ini. ***