Kabut asam menyelimuti Pelabuhan Udara Gamma, salah satu titik perdagangan ilegal terbesar di Kota Omega. Di sinilah dunia bawah tanah bertukar barang, dari organ buatan hingga mikrocip larangan, dari senjata neutron hingga Vanta-X, zat sintetis yang bisa menghapus rasa takut, memanipulasi memori, bahkan membelah kesadaran manusia menjadi dua.

Dan malam ini, seseorang datang untuk membakar semuanya.

Siluet Nevara bergerak di antara kontainer logam seperti bayangan tak bertuan. Helm bajanya menyala samar, menyatu dengan kegelapan. Ia menatap dermaga utama dari kejauhan, memindai wajah-wajah di antara para pemuat barang: sebagian manusia, sebagian cybermutant, semua bagian dari jaringan kartel Iron Howl.

Di bahunya, perangkat pemindai medan aktif. Peta tiga dimensi terproyeksi di retina digitalnya. Titik merah berkedip di sebuah bangunan gudang kecil di sisi barat pelabuhan.

“Gudang 14. Transport Vanta-X dalam volume besar. Pengawalan berat.”

Ia mengaktifkan senjata baru, bom plasma cair. Bentuknya kecil, silindris, berisi cairan biru yang mendesis. Sekali meledak, bukan hanya fisik yang terbakar. Medan elektromagnetiknya menghancurkan ingatan pendek siapa pun dalam radius 10 meter.

Cael bergumam.

“Kita akan lihat siapa yang bermain api.”

Di ruang kontrol pelabuhan, seorang pria bermantel tebal berdiri membelakangi jendela. Wajahnya setengah logam, setengah daging yang ditambal. Ia adalah Arkion Drel, letnan kanan Iron Howl, mantan komandan operasi pembasmi di Perang Equatoria.

BACA INI JUGA:  Pegawai Bank di Maluku Utara Gelapkan 1,5 Miliar untuk Judi Online

Ia mengunyah kapsul Vanta-X perlahan, pupilnya menyempit menjadi titik perak.

“Pergerakan di atap kontainer. Perangkat optik pendeteksi panas tidak menangkap apa pun. Artinya… dia ada di sini.” Suaranya dingin.

Seorang penjaga cyber bertanya gugup, “Siapa, Tuan?”

Arkion berbalik. “Nevara.”

Semua mata membelalak. Beberapa mulai merogoh senjata, yang lain mengaktifkan tameng magnetik. Tapi Arkion hanya tersenyum kecut.

“Kalian panik. Itu tanda kalian akan mati.”

Di luar, ledakan terjadi.

Kontainer B7 meledak, menyebarkan plasma biru ke langit. Tiga penjaga terjerembab, teriakannya berubah menjadi jeritan gila, memori mereka terbakar, tak tahu siapa diri mereka. Yang lain lari, namun dihantam proyektil magnetik dari arah tak terlihat.

Nevara turun dari atas crane. Gerakannya presisi, senyap. Tongkatnya berputar, menghantam helm musuh hingga remuk. Satu demi satu tumbang.

Ia menendang pintu Gudang 14. Di dalam, puluhan tabung Vanta-X tertata rapi. Di sudut, seorang teknisi muda sedang menyuntikkan serum ke leher seorang bocah kecil, yang menggigil dan menangis.

Nevara bergerak cepat. Ia menjatuhkan dua penjaga pertama dengan peluru setrum, menahan teknisi itu dengan satu tangan dan mengangkatnya ke dinding.

“Siapa dalangnya? Siapa pemasok utama?” suaranya dalam, seperti logam retak.

BACA INI JUGA:  Goa Persembunyian Ali Kalora Diobok-obok Satgas Madago Raya

Teknisi itu hanya menjerit, “Kami cuma operator! Semua dikendalikan dari bawah tanah… dari… dari markas bawah Aquanet!”

Nevara melempar tubuh pria itu ke tumpukan tabung. Kemudian ia menatap bocah kecil yang menggigil di lantai.

Mata anak itu berdarah ungu. Efek Vanta-X tahap lanjut.

Nevara mengulurkan tangan.

“Kau aman sekarang.”

Tapi di saat itu pula, dari belakang, muncul ledakan. Atap gudang runtuh sebagian. Arkion Drel melompat turun, membawa senjata besar berbentuk perisai dan gergaji.

“Pahlawan bertopeng. Terlambat datang ke neraka.”

Pertarungan pun dimulai.

Arkion menyerang dengan brutal. Gergajinya memekik, menebas udara. Nevara menghindar, melompat ke tiang baja, menendang balik. Tapi tubuh Arkion seperti batu, ditambah rangka logam penahan getar. Tinju mereka saling beradu, logam bertemu logam, memercik percikan api biru.

Nevara mengaktifkan mode taktis. Tongkatnya mekar menjadi pisau plasma. Ia menebas sisi kanan Arkion, membuat percikan darah dan kabel. Tapi Arkion hanya tertawa, penuh kegilaan dari overdosis Vanta-X.

“Rasa sakit itu hadiah. Lihat dunia ini! Kota kita butuh neraka seperti ini!”

Nevara menendang balik, menancapkan bom plasma cair ke dada Arkion, dan melompat mundur.

“Kalau begitu, biarkan kau jadi apinya.”

Ledakan meledak. Plasma menyebar, merusak sistem saraf Arkion. Ia meraung, menjerit, sebelum akhirnya tubuhnya roboh, sebagian wajahnya meleleh, sebagian lainnya terbakar cahaya biru.

BACA INI JUGA:  Kelompok Qatar Berada di Balik Aksi Sadis di Lembah Napu, Poso

Nevara terdiam sejenak.

Lalu ia menoleh pada anak itu, memanggulnya di bahu, dan berlari keluar sebelum bangunan runtuh.

Dua jam kemudian. Sebuah layar di ruang kontrol Wali Kota Grahn menampilkan berita dari saluran NetOmega:

“Terjadi ledakan misterius di Pelabuhan Gamma. Puluhan kontainer meledak, diduga berisi barang terlarang. Otoritas kota menolak berkomentar. Namun, simbol bergambar topeng ‘V’ muncul di dinding gudang.”

Wali Kota Grahn menggertakkan gigi. Ia menatap pria di sisinya, berjas hitam, tanpa nama, mata buatan penuh sensor.

“Berapa lama lagi sampai proyek Vanta-X dikunci?”

Pria itu menjawab tenang, “Dr. Voro meminta dua hari. Laporan terakhir: subjek eksperimental hampir stabil.”

Grahn mengangguk pelan.

“Buru Nevara. Atau aku akan biayai pembunuh dari Timur Laut.”

Sementara itu, di Ruang Persembunyian Nevara, Cael Vire duduk dengan napas tersengal. Tubuhnya terluka parah. Armor NOX menunjukkan sistem gagal pada lengan kiri. Tapi ia tak peduli.

Di mejanya, file digital tentang Aquanet Complex, jaringan bawah tanah tersembunyi yang diduga pusat kendali Vanta-X.

Suaranya lirih, penuh tekad.

“Voro. Aku datang untukmu.”

Bersambung ke Episode 3 – Pecahan Cermin