Sejauh mata memandang melewati ratusan hektare savanah hamparan tinggalan peradaban megalitikum memaku mata. Kita seakan terlempar jauh ke zaman purbakala.
Aneka ragam kekayaan adat istiadat dan budaya membuat Indonesia sangat memesona. Belahan Bumi Nusantara punya kekhasan dan keunikan masing-masing. Tak terkecuali di Sulawesi Tengah. Salah satu yang sangat istimewa adalah warisan peradaban megalitikum di Lembah Besoa, Lore, Kabupaten Poso.
Pada Mei 2022 silam bersama dengan Mayjen TNI Farid Makruf, Pangdam V/Brawijaya semasa menjadi Danrem 132/Tadulako menyambangi warisan zaman purbakala itu di Pokekea, Lembah Besoa.
Tegakan arca dan kalamba juga dakon, sebagian tinggalan zaman prasejarah itu memukau hatinya. Ada 3 yang tegak berdiri. Lalu ada 1 yang terbaring. Situs Pokekea didominasi oleh kalamba, berupa tong besar dari batu. Diameternya ada yang lebih dari 1 meter dengan tinggi lebih dari 2 meteran. Yang menarik hatinya adalah dakon yang diyakini menjadi almanak musim tanam atau kegiatan sosial kemasyarakatan di masa itu. Waktu ditandai dengan lubang-lubang kecil dan garis.
“Ini luar biasa. Sangat istimewa. Ini tidak akan kita temukan di daerah lain di Indonesia. Kita semua berharap ini tetap lestari,” kata mantan juru bicara Kopassus itu pada kami yang menemaninya.
Di satu kesempatan pula jauh waktunya dari kunjungan ini, saya juga berkunjung ke sana menemani Desi Anwar, pengampu Insight with Desi Anwar, program majalah televisi yang tayang di CNN Indonesia.
Kami ditemani Sunardi. Ia adalah juru pelihara situs purbakala ini. Dia adalah bagian dari 12 juru pelihara situs purbakala di Lembah Besoa. Sebanyak 8 orang di antara mereka adalah aparatur sipil negara dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sisanya adalah tenaga honorer.
Saat diwawancarai Desi dengan semangat ia menyeritakan tidak kurang dari 500 tinggalan benda purbakala yang kini mereka rawat.
“Yang terdata itu sejumlah limaratus benda purbakala. Ada beberapa lagi yang kami mulai konservasi namun belum teregistrasi. Kami perkirakan tinggalan ini lebih seribu buah,” kata Sunardi.
Dari pengamatan sejumlah arkeolog berdasarkan periodisasi sejarah, diperkirakan benda-benda purbakala ini berasal dari era 2.500 Sebelum Masehi atau bahkan lebih tua.
Desi Anwar mengimbuhi peradaban megalitikum di Lembah Besoa itu bisa jadi bahkan lebih tua dari machu picchu, tinggalan peradaban Suku Inca di ketinggian 2.350 di atas permukaan laut di Peru.
“Ini bisa saja berasal dari zaman di mana masyarakat belum mengenal budaya tulis menulis. Ini ditaksir bahkan lebih tua dari Candi Borobudur di Jawa Tengah. Ini warisan budaya yang luar biasa,” sambung Topo Syamsuri, semasa menjadi Wakil Bupati Poso.
Longki Djanggola, Ketua DPD Partai Gerindra Sulteng semasa menjadi Gubernur juga menyebut warisan ini sebagai anugerah Tuhan yang luar biasa pada Sulawesi Tengah.
Di Lembah Besoa, selain di Pokekea yang didominasi kalamba, ada pula arca Tadulako yang menyita perhatian. Lalu bila menyeberang ke Lembah Bada dalam hamparan yang berbatas rangkaian pegununungan, kita akan bertemu dengan Palindo. Tinggalan mengalit ini khas karena berdiri miring. Ia biasa dikenal juhq sebagai Patung Sepe.
Nah, pada 28 Oktober 2023, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memproklamirkan ‘merek baru' pariwisata daerah ini dengan sebutan Negeri Seribu Megalit. Meski terkesan terlalu lambat, tapi inisiatif ini semoga bisa membawa faedah. Sejatinya, Pemerintah harusnya berterima kasih pula pada Jamrin Abubakar, seorang jurnalis di Palu yang jauh hari sudah mengenalkan tajuk ‘merek' itu dengan bukunya; Negeri Seribu Megalit.
Di luar itu, bagi yang belum pernah menyambangi peradaban purbakala di Lembah Besoa dan Bada itu saatnya kini menambah daftar kunjungan Anda. Menyaksikan warisan peradaban megalitikum ini serasa mengantar kita merasakan secara batiniah majunya peradaban bangsa kita di zaman itu. ***