Puan Maharani, Wakil Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR disebut patut dipilih karena paling sedikit dosanya. Hal itu dikatakan salah satu Youtuber yang memiliki nama asli Johan Riyadi.

Wakil Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR, disebut patut dipilih karena paling sedikit dosanya. Hal itu dikatakan salah satu Youtuber Guru Gembul yang memiliki nama asli Johan Riyadi.

Hal itu disampaikan Youtuber Guru Gembul melalui Selasa (27/9/2022). Saat itu dia menyampaikan bahwa dia sudah memilih sebagai bakal calon atau calon presiden dalam Pilpres 2024 mendatang. Dia menyebutkan ada tiga alasan mengapa harus memilih putri Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri itu.

Salah satu alasannya adalah Puan merupakan pejabat yang paling sedikit dosanya di mata Tuhan dibandingkan dengan pejabat-pejabat lain di Indonesia.

Mengapa Puan Maharani bisa disebut paling sedikit dosanya, Guru Gembul pun menjelaskan alasannya. Yakni, Puan adalah pejabat yang mendapat hujatan lebih banyak daripada yang dia lakukan.

“Jadi yang menghujat banyak, tapi kerjanya kan lebih sedikit dari itu. Dalam kalkulasi pahala dan dosa, kalau kita mengumpat pada satu pihak, dosanya akan berkurang, pindah pada yang mengumpatnya,” kata Guru Gembul.

Bahkan, dia mencontohkan saat Puan diundang dalam podcast Deddy Corbuzer dua tahun lalu, kebanyakan komentarnya negatif terhadap Puan. Begitu juga dengan akademisi UI yang juga pegiat media sosial, Ade Armando, yang biasa membela pemerintah ketika disuguhkan nama Puan Maharani justru malah membelot dan menghujat.

“Dengan alasan ini, Ibu Puan adalah orang yang tabungan pahalanya lebih banyak dari dosanya. Kita kan memilih yang paling sedikit dosanya,” ucap Guru Gembul sambil tersenyum.

Selain alasan sedikit dosanya, Guru Gembul juga menyebutkan dua alasan lagi mengapa dia memilih putri almarhum Taufik Kiemas itu sebagai calon presiden. Yakni buang suara dan korban politik.

Buang suara karena dia menganggap bahwa Puan Maharani adalah capres yang kecil kemungkinannya menang. Dengan memilih Puan Maharani, maka dianggap sebagai buang suara. Sebab, yang menang adalah capres lain. Dengan begitu, dia tidak memiliki perasaan bersalah telah memilih capres yang di kemudian hari mengkhianati rakyat.

Sedangkan soal korban politik, Guru Gembul menduga bahwa Puan Maharani adalah korban politik. Dia menceritakan dulu pernah ada siswanya yang memiliki keinginan menjadi pemain sepak bola. Yang jadi soal, orang tua anak itu seorang anggota TNI yang menginginkan anaknya juga menjadi TNI.

Dengan mengambil cerita itu, dia menduga Puan Maharani sebetulnya tidak ingin jadi pejabat, melainkan bidang-bidang lain seperti desainer atau lainnya.

Tapi gara-gara di lingkungan terdalam kekuasaan di mana keluarganya secara turun-temurun jadi presiden maka dia pun didorong untuk jadi presiden.

Guru Gembul pun menyebut Puan Maharani tidak bisa disalahkan, melainkan orang yang punya ambisi berlebihan yang sampai-sampai mengorbankan Puan Maharai sampai diolok-olok, juga mengorbankan rakyat karena menjadikan orang yang tidak mau dan tidak mampu dipaksa untuk jadi pejabat publik.

“Jadi ada dua pihak yang jadi korban. Ibu Puan Maharani di satu sisi, dan rakyat Indonesia di sisi lain,” papar dia.

Tentu saja, yang disampaikan Guru Gembul ini tampaknya bukan serius. Pernyataannya lebih tepat sebagai satire. Yakni gaya bahasa sindiran. ***