Jalan lempang. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Jalanan tak sedang sesak dan macet. Melewati pinggiran kota. Lalu ke pusat kota. Kemudian mengarah ke selatan. Wabah Coronavirus Disease 2019 memaksa orang-orang jadi lebih menyintai rumah.

Tak seperti biasanya, petang ini teduh. Langit Makassar sedang temaram. Sudah dua hari ini hujan turun. Kerap deras, kerap pula cuma rintik. 

Saya memilih menyusuri kota yang sepi sebab momok wabah. Tujuannya ke Barombong di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. Wilayah kelurahan ini memiliki luas sekitar 1,54 kilometer persegi dan didiami 5.500 kepala keluarga. Jumlah penduduknya lebih dari 13 ribu jiwa.

Dari tempat tinggal saya di Kelurahan Tello Baru, Kecamatan Panakkukang, jaraknya kurang lebih 19 kilometer. Di Google Maps, waktu tempuhnya cuma sekitar 47 menit. 

Rutenya mudah. Menembus lurus Jalan Oerip Soemoharjo lalu berbelok di Jalan Jenderal Soedirman, kemudian melintasi Jalan Haji Bau dan menyasar Jalan Metro Tanjung Bunga. Jalan yang bersisian dengan Trans Studio, sejumlah pusat perbelanjaan, kompleks rumah mewah dan wisata pantai itu beraspal hotmix. Nyaman untuk dilalui. Ditambah pula suasananya yang lebih menghijau alam. Sepanjang jalan kita juga bisa menyapu pandang garis pantai nan membiru.

Sebenarnya baru kali ini saya ke Barombong. Ini adalah lawatan kali pertama saya sejak menjejakkan kaki dan menumpang hidup sewaktu dua waktu di sini. Berawal dari rasa bosan anak dan istri saya selama kampanye #dirumahaja untuk mencegah meluasnya pandemi Covic-14.

Kami tak punya tujuan tertentu, cuma berjalan saja. Selain tempat wisata pantai dan juga kulinernya, pemandangan istimewa bisa kita saksikan di tepi sungai di bawah Jembatan Barombong. Jejeran perahu motor nelayan juga kapal motor wisata yang tengah berlabuh, dengan aneka warna sungguh memikat mata. Warna dominannya memang putih gading tapi bercampur hijau, kuning dan biru. Sungguh instagramable. Satu dua frame saja tak cukup mengabadikan indahnya. Tapi ini sudah waktunya pulang. 

Di sepanjang jalan kembali, kita bisa pula menikmati rona jingga petang yang beranjak pulang. Bila bersabar, menikmati mentari tenggelam adalah pilihan menarik. Setelahnya petang pun usai. Adzan Magrib sudah mengisi langit. Suasananya mengikat hati untuk kembali lagi. Sungguh, masih ada rindu yang tertinggal di Barombong. ***