Ahmad Alghifary teringat Seruni, gadis cilik berlesung pipit yang dikenalnya di Depok, Jawa Barat. Ia tinggal tak jauh dari kawasan Kampus Universitas Indonesia, di mana ia belajar. Ibunya penjual pecel lele di Kantin Taman Korea dekat Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Itu makan siang kesukaannya. Seruni biasa menemani ibunya di kantin kesohor itu.
Sebagai anak kampung yang kuliah di kampus itu, ia harus pandai-pandai membawa diri. Marsinah, ibu Seruni pun senang dengan kehadirannya. Iya, Ahmad biasanya bertamu ke rumah Seruni di kala senggang. Selama kuliah, Ahmad tinggal di Asrama Mahasiswa UI.
“Kampung Abang jauh di Sulawesi. Di Poso. Pasti Neng Seruni tahu dari televisi di sana ada kerusuhan,” begitu jawabannya saat ditanya Seruni berasal dari mana.
Mbak Marsinah senang bila kawan baru Seruni itu bertandang. Ia percaya bahwa Ahmad anak baik-baik, sebab ia bisa kuliah di UI. Ia seperti kakak bagi Seruni, anak semata wayangnya itu.
Adapun Ahmad memang anak yang pandai membawa diri. Bapak Seruni sudah meninggal saat seruni berusia 10 tahun. Sekarang Seruni sudah berusia 14 tahun.
Ia tersenyum sendiri bila mengingat Seruni yang cemburu bila ia makan siang bersama teman-teman perempuannya di kantin Takor itu. Bila sudah begitu, ibunya akan senyum-senyum saja.
“Nduk, itu Abangmu, bukan pacarmu. Lagi pula dia tak akan diambil orang. Tunggu saja dia sebentar pasti muncul di rumah membantu kamu belajar,” kata Marsinah.
Praktis hari-hari selama 6 tahun kuliah Sarjana Strata Satu-nya dijalani Ahmad dengan riang gembira. Uang makan dari orang tuanya bisa dihemat sedemikian rupa. Ia dianggap anak oleh Marsinah dan dianggap kakak oleh Seruni. Ia kerap membantu perempuan lembut hati itu berbelanja kebutuhan kantinnya.
Lamunan Ahmad terganggu dering alarm telepon. Rupanya pagi mulai beranjak. Waktu di telepon genggamnya menunjukkan angka 08.30. Ini waktu Indonesia Tengah.
Hari ini, ia harus berangkat lagi ke Lembantongoa di Sigi. Masih ada pekerjaan tersisa. Ia memilih jalur umum, melewati Parigi lalu Kebun Kopi dan ke Palu. Setelah itu ke Palolo. Dari Palu ke Palolo ia menyewa sepeda motor trail. Sesampainya Palolo ia akan menginap semalam di kampung paling bawah di Tongoa lalu naik ke Lembantongoa keesokan hari. Dari Tongoa menuju Lebonu makan waktu sekitar 2,5 jam saja. ***
Kisah selanjutnya: Bara Api di Timur Celebes: Kerling Pesona Perempuan Pamona