saya tanya dia kapan pulang jawabannya; Insya Allah,” aku perempuan yang memberi tiga anak untuk Santoso ini.

Di mata putri pasangan Sarno Suwito dan Saminen ini, Santoso adalah sosok suami dan ayah yang sangat baik untuk dirinya dan anak-anak.

Kata Suwarni, “Dia tidak pernah marah. Kalau saya yang marah, dia cuma diam.” Orang tua Suwarni juga mengakui soal itu.

Pasangan Sarno Suwito dan Saminem, bapak dan ibu Suwarni adalah transmigran asal Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogjakarta. Mereka merupakan bagian gelombang transmigrasi yang ditempatkan di sejumlah wilayah di Poso sekitar 1970-1976. Santoso sendiri juga adalah keluarga transmigran. Ibu dan bapaknya, Isran dan Rumiah berasal dari Magelang, Jawa Tengah.

Menurut Suwarni, ia bertemu dengan Santoso antara tahun 1998-1999 saat Santoso menjadi tukang batu.

Kisah ini dikuatkan oleh Yusmanto, tetua di Desa Bhakti Agung. Lelaki itu juga yang menjadi mata jalan saat Ahmad dan Sugeng bertandang ke rumah Suwarni.

“Santoso ini dulu sempat jadi tukang batu. Dia dan teman-teman yang bangun Pura di desa ini. Ia bekerja apa saja,” ujar Yusmanto.

Santoso sendiri saat itu, masih tinggal di Desa Lanto Jaya, Poso Pesisir bersama orang tuanya.

Dalam ingatan perempuan bersuku Jawa ini, Santoso adalah suami yang sangat bertanggungjawab pada keluarganya.