Ini adalah legenda tentang dan La Da'a. Legenda ini mengajarkan bahwa cinta yang tulus dapat mengatasi segala rintangan.

Jutaan tahun lalu, Lembah Palu masihlah berupa lautan yang dalam. Tambatan perahu yang paling dekat dari permukiman berada di Bangga, kini masuk di wilayah Dolo Selatan. Sementara di bagian barat lembah, dipagari hutan belantara penuh binatang buas dan melata. 

Daerah sekitar Pesisir Palu saat itu, dianugerahi Tuhan yang Maha Kuasa dengan bentang alam yang rupawan. Perdagangan hasil bumi dan ternak berlangsung lancar dan ramai. Para pedagang Gujarat, Portugis, Belanda dan Inggris kerap membuang sauh di Bangga dalam perjalanan mereka berdagang kain sutera, emas dan mencari rempah-rempah di wilayah timur Nusantara.   

Syahdan, saat itu hiduplah seorang putri raja nan cantik jelita. Oleh , ia diberi nama Gawalise. Orang-orang mengenalnya sebagai Putri Gawalise. Tak cuma rupanya yang menawan, tapi hatinya juga elok tak terkira. Ia menjadi kecintaan semua rakyat di wilayah kekuasaan Raja Kamanuru. Wilayahnya membentang dari ujung Tanjung Karavea hingga ke Pekurehua dan Kulawi. 

Satu waktu, Putri Gawalise yang beranjak remaja, jatuh hati pada seorang nelayan miskin yang tampan rupawan. Kerap dengan sembunyi-sembunyi nelayan tampan ini membagikan hasil laut tangkapannya pada Sang Putri. 

Pertemuan kedua anak manusia ini terjadi tanpa sengaja. Di suatu pagi, Putri Gawalise tengah mengais pasir pantai untuk mencari kerang. Putri cantik nan jelita ini memang suka membuat hiasan dari kerang-kerangan yang warnanya beragam nan menarik hati. Tak disangka, La Da'a, nelayan miskin rupawan yang usianya sepantaran dengan Putri Gawalise barulah menambatkan perahu di dekat Sang Putri tengah mengais pasir. Keduanya sama-sama terpana. Sang Putri cantik nan jelita, Sang Pemuda tampan nan rupawan. Galibnya manusia, tentu saja timbul keinginan hati mereka berbicara satu sama lain. Sejak itu, keduanya pun terlihat berdua di pesisir Pantai Bangga. Sampai satu ketika, Raja Kamanuru mendengar kabar itu.

“Ayahanda mendengar kabar burung, putri ayahahnda kerap bertemu seorang pemuda yang menjadi nelayan di pesisir. Apakah itu benar putriku?”

Putri Gawalise yang memang dikenal jujur dan patuh mengiyakan pertanyaan Ayahanda Raja Kamanuru.   

“Ayahanda tak hendak membatasi pergaulanmu, tapi sebagai putri Ayahanda satu-satunya, ayah memintamu mematut perilaku. Apalagi Ayahanda telah berjanji mengawinkanmu dengan Batara Dewaraja, putra Datu Luwu.”

“Tapi, ananda belum pernah bertemu dengannya. Lagi pula ananda dengan La Da'a tak punya hubungan apa-apa seperti kabar burung yang Ayahanda dengar.”

Putri Gawalise menjawab galau hati ayahnya yang mendengar kabar burung bila dirinya dan La Da'a berbuat tak patut.

Adapun Raja Kamanuru sungguh yakin Putri Gawalise tak akan mungkin berbuat yang tak elok, sebab ia benar-benar tahu siapa putrinya itu. Hanya saja, banyak tetua kerajaan yang ingin dirinya mengigatkan Sang Putri.

Raja Kamanuru memang terkenal sebagai penguasa yang bijak bestari. Ia adalah sosok pertama yang sangat dicintai rakyatnya sebelum kelahiran Putri Gawalise. Adapun Dewi Intan, sang permaisuri sudah lama berpulang usai melahirkan Putri Gawalise. Itulah mengapa Raja Kamanuru berusaha menjadi ayah sekaligus ibu yang sangat menyayangi dan menyintai Putri Gawalise. Ia sama sekali tak pernah punya niat lagi mencari permaisuri baru. Bila diminta oleh para tetua, ia cuma beralasan kuatir membagi perhatiannya selain kepada Sang Putri.   

Kerajaan Raja Kamanuru hidup dan hasil bumi dan hasil laut berlimpah. Tak ada rakyatnya yang jatuh kelaparan. Bila musim paceklik tiba, lumbung pangan kerajaan selalu siap sedia memenuni kebutuhan rakyatnya hingga musim sulit berlalu. 

Raja Kamanuru memerintah dengan tenang dan tentram. Cuma saat ini, kedekatan putrinya dengan anak nelayan itu selalu mengganggu tidurnya. Bila mengikuti kata hatinya, ia pasti tak akan pernah menyoal dengan sesiapapun Putri Gawalise berhubungan, tapi adat istiadat kerajaan tak boleh diabaikan.  

Sementara itu, hubungan Putri Gawalise dengan La Da'a sepertinya mulai beranjak ke tahap berikutnya galibnya dua anak manusia. Mereka sama-sama jatuh hati. Saban pagi, Putri Gawalise kian rajin turun ke pantai, adapun La Da'a setiap saat selalu berusaha agar waktunya melaut berkesesuaian waktu dengan kedatangan sang putri. 

Sampai datang waktunya tersiar kabar, Datu Luwu Batara Guru hendak melawat ke Kerajaan Bangga. Sudah waktunya menyunting Putri Gawalise untuk putranta Batara Dewa.

Putri yang tengah diamuk asmara gundah gulana. Apalagi ia mulai dibatasi untuk berpergian. Bila pun ada kesempatan, maka Raja Kamanuru mengharuskan Putri dikawal. La Da'a sudah beberapa kali hendalk mendekati kekasih hatinya, tapi pengawal kerajaan yang meskipun ramah tapi selalu tegas, memintanya menjauh. Makanya kian meranalah rasa hati kedua remaja yang dilanda rindu membara ini. Mereka sama sekali tak punya cela untuk bersua langsung seperti biasanya. 

Berselang tiga purnama kemudian, kabar kedatangan Datu Luwu sudah tersiar. Dari kabar yang dibawa pembawa pesan diketahui Pinisi yang membawa raja pertama Tana Luwu itu sudah membuang sauh di Pantai Manakarra. Mereka nantinya akan menuju Tanjung Karavea. Tak terlalu lama lagi rasanya, Datu Luwu akan membuang sauh di Pelabuhan Bangga.

Putri Gawalise kian gelisah. Ia bahkan sudah beberapa hari tak berselera menyentuh makanannya. Ia sudah meminta agar perjodohan itu dibatalkan, tapi Raja Kamunuru enggan menarik kata yang sudah dilisankan. Sejatinya Sang Raja juga bak memakan buah simalakama, tapi tali yang sudah terbuhul tak mungkin lagi dilepaskan simpulnya. Sang raja sudah menetapkan hati menerima niat Datu Luwu meminang putrinya untuk putranya yang akan mewarisi mahkota Kerajaan Luwu. 

Tiba-tiba, sekira beberapa waktu pergantian siang malam dari kabar pelayaran Datu Luwu, Kerajaan Bangga gempar bukan kepalang. Para prajurit sedari dini hari sudah bersiap. Raja Kamanuru hilir mudik di pandapa. Dahinya berkerut. Ia terlihat seperti lebih tua dari usianya. Setelah semalam ia sempat bertemu, pagi ini kamar putrinya kosong melompong. Prajurit pengawal yang ditugasi memeriksa pondok hunian La Da'a membawa kabar buruk. Remaja itu pun tak ada. Tampaknya, dialah yang membawa Sang Putri. 

Raja Kamanuru pun mahfum, ini karena dirinya terlalu kukuh memegang janjinya pada Datu Luwu. Ia gundah lantaran tak lama lagi Datu Luwu menginjakan kaki di pandapa kerajaannya. Lalu tersiar kabar, pinisi yang membawa Datu Luwu karam sebelum sampai di Tanjung Karavea. Ibarat ujar-ujar malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Kabar itu kian meletupkan kembali kegelisahan Raja Kamanuru menanti putrinya yang tak kunjung ditemukan.

Sudah sembilan puluh kali pergantian siang dan malam, kabar dari Sang Putri tak kunjung terdengar. Seluruh pelosok negeri sudah dijelajahi. Seluruh lembah, pesisir, bukit dan gunung sudah ditilik, jejak mereka tak terendus. Sampai kemudian ada pemukim di lereng gunung bagian barat datang membawa kabar. Putri Gawalise dan La Da'a terlihat menuju belantara di bagian barat Bangga. Mereka mungkin menuju Gunung Keramat, tempat terlarang untuk dikunjungi oleh kebanyakan orang. Konon, di gunung itu bersemayam ruh , orang suci yang turun dari langit lalu bermukim di bumi untuk menjaga anak keturunannya. 

Dikisahkan dari mulut ke mulut, To Manuru sudah berpesan sebelum ruhnya menempati Gunung Keramat, ia akan tetap menjaga bumi selama anak keturunan masih ada. Apalagi ia tahu, bomba talu dan linu kerap datang sewaktu-waktu di atas bumi yang dijaganya itu. 

Baik Putri Gawalise maupun La Da'a tahu belaka kisah itu, hanya saja mereka tak punya keraguan sedikit pun. Mereka tahu tak akan mungkin orang akan naik ke gunung ini sembarangan. Semua takut bala akan datang melumat mereka bila berani naik ke gunung keramat ini. Namun, entah mengapa dua anak manusia ini tak merasa mereka ditolak oleh ruh To Manuru ketika datang ke tempat persemayamannya itu. Mereka seperti merasa selalu dilindungi. Ular dan binatang buasnya pun tak mengusik mereka.

Dan bermula pada suatu malam, keduanya sama-sama bermimpi didatangi ruh To Manuru yang berpesan agar mereka membangun permukiman di punggung dan lereng terdekat dari puncak Gunung Keramat. Mereka juga diminta bisa menjaga hutan dan lingkungan di mana mereka nanti bermukim. Mimpi itu datang berkali-kali dengan pesan sama, sampai mereka meyakinkan bahwa itu memang pesan To Manuru yang mereka harus ikuti. Keduanya pun meneguhkan hati menetap di Gunung Keramat.

Sementara itu, setelah mendengar kabar tadi, Raja Kamanuru dengan para tetua lalu membuat ritual. Mereka harus meminta izin untuk bisa mendaki ke puncak Gunung Keramat. 

Singkat kata, setelah penuh susah payah mereka pun bisa bertemu Putri Gawalise dan La Da'a di puncak Gunung Keramat. Seluruh prajurit yang mengawal raja dan sesepuh tak berani bertindak apa-apa pada kedua remaja yang tengah diamuk asmara itu. 

“Kami bersumpah selamanya akan di sini bersatu dengan ruh To Manuru yang sudah berpesan agar kami membangun kampung di sini.”

Mendengar penegasan putrinya dan remaja nelayan itu, Raja Kamanuru tinggal mengelus dada. Ia yakin, meski dibujuk dengan segala upaya, keduanya tak akan mau turun ke ke lembah. Ia cuma bisa menyesali keputusannya yang telah membuat putrinya menderita. 

Akhirnya, setelah semalam menetap di pondok yang dibangun La Da'a di punggungan Gunung Keramat, mereka pun turun ke lembah. Saat berpamitan, Raja Kamanuru kemudian bertitah menamai gunung itu dengan nama putrinya sebagai tanda penghormatan dan penyesalannya. Untuk menemani keduanya, raja meminta seluruh prajurit yang mengawalnya menetap bersama Putri Gawalise dan La Da'a lalu membangun permukiman. Putri Gawalise dan La Da'a setelahnya dinobatkan oleh rakyat yang mengikutinya sebagai raja dan ratunya. 

Sejak saat itu, semua orang mengenal tempat bersemayamnya ruh To Manuru itu sebagai Gunung Gawalise. Kini kita bisa melihat keturunan Sang Putri dan Sang Nelayan Miskin itu sudah beranakpinak dan bermukim di sepanjang lereng Gunung Gawalise

Legenda Putri Gawalise mengajarkan bahwa kekuatan cinta nan tulus dapat mengatasi segala rintangan. Gunung Gawalise juga menjadi simbol cinta abadi antara Putri Gawalise dan La Da'a. 

Suatu waktu bila Anda mendaki di gunung itu lalu tiba-tiba terdengar senandung perempuan atau suara seorang lelaki menyapa, yakinlah Putri Gawalise dan La Da'a tengah menyambut kedatanganmu. Jangan takut, mereka cuma mengingatkan kita untuk patuh pada pesan To Manuru yang bersemayam di puncak Gunung Gawalise untuk menjaga hutan dan lingkungan di sekitarnya. ****

Keterangan:

Bomba Talu: Tsunami

Linu: Gempabumi

Disklaim: Kisah ini adalah fiksi belaka. Ide ceritanya dicari menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) berupa addons atau fitur tambahan GPT Plus yang ditanamkan du Google Docs. Setelah itu kisahnya diolah oleh penulis dengan riset seputar perkembangan rupa bumi Lembah Palu dan data bencana, utamanya gempabumi dan tsunami. Demikian. Terima kasih. Selamat membaca.