Kabut asam menggantung rendah di Distrik Echo, mencium langit dengan bau logam yang getir. Lampu-lampu neon berwarna merah darah berkedip samar di antara reruntuhan gedung yang setengah roboh, seperti detak jantung kota yang hampir padam. Di lorong-lorongnya, orang-orang berjalan cepat dengan kepala tertunduk, berharap tak menarik perhatian siapa pun. Di sini, setiap langkah bisa menjadi yang terakhir.
Di bawah tanah, jauh dari hiruk-pikuk permukaan, sebuah markas berdiri seperti rahim kegelapan: benteng besi yang tumbuh dari sisa pabrik nuklir tua. Dindingnya berlumur kelembapan dan grafiti, tetapi di dalamnya, teknologi canggih berdengung pelan. Layar hologram berkelap-kelip, peta kota ditampilkan dalam tiga dimensi, semua sektor, semua jalur distribusi, semua titik kelemahan. Dan di tengah ruangan itu, berdiri seorang pria tinggi dengan mantel panjang berlapis baja dan wajah yang seperti diukir dari marmer mati.
Mantan ilmuwan militer. Jenius mutan. Psikopat fungsional. Otaknya seperangkat mesin logika brutal, tapi hatinya kosong. Matanya seperti dua lubang hitam tanpa dasar.
“Kirim batch Vanta-X baru ke Zona Alpha. Dosis ganda. Aku ingin mereka gila dalam tiga jam,” katanya pelan.
Seorang anak muda dengan tubuh penuh kabel dan tato mikrodata membungkuk. “…Tentu, Doktor. Tapi… ada laporan dari Delta. Serangan. Unit kami…”
“Nevara,” potong Voro, suaranya tak berubah.
Ia menekan tombol di meja. Layar di belakangnya memperlihatkan rekaman: ledakan, tembakan, dan sesosok bertopeng dengan gerakan presisi mematikan. Voro mendekat ke layar, mengamati lambat-lambat seperti seorang maestro menilai simfoni yang kacau.
“Menarik,” gumamnya. “Ia mulai bergerak lebih cepat.”
Dari balik pintu baja di belakangnya, terdengar raungan logam dan gesekan gergaji. Seorang wanita bertubuh kekar masuk, membawa helm perang dan pistol plasma sebesar lengan manusia. Kulitnya penuh bekas luka tempur dan pelat titanium menyatu dengan otot.
“Brakk,” sapanya datar.
“Brakk,” sahut Voro tanpa menoleh.
Brakk adalah pemimpin lapangan Iron Howl, geng brutal yang berakar dari proyek militer gagal. Mereka bukan sekadar preman. Mereka adalah sisa eksperimen biotek dan pengendali saraf: tubuh mereka ditambal oleh mesin, dikendalikan separuh oleh algoritma, separuh oleh trauma.
“Pasar Vanta-X di sektor utara dibakar,” kata Brakk. “Tiga gudang hilang. Lima agen tewas. Empat belum ditemukan.”
“Nevara?” tanya Voro, masih memelototi layar.
Brakk mengangguk. “Ia punya akses ke jalur bawah pelabuhan.”
Voro menghela napas. Bukan karena frustrasi, hanya karena ia tahu permainan catur ini berubah. Ia menekan sebuah tombol, dan hologram baru muncul. Tampilan jantung kota, dan di tengahnya: markas pemerintah. “Kita harus percepat fase tiga,” katanya.
“Fase tiga?” tanya Brakk.
“Dari ketergantungan menjadi kontrol penuh. Semua dosis Vanta-X berikutnya disuntikkan dengan modul neural kontrol. Kita ubah mereka jadi tentara.”
“Dan yang menolak?” tanya Brakk.
“Kita panen mereka,” ucap Voro. “Otak mereka lebih berguna daripada kesetiaan mereka.”

Sementara itu, jauh di atas, Cael aka Nevara, berdiri di atas atap sebuah hotel tua. Lampu-lampu kota memantul di helm baja hitamnya, wajahnya tak terlihat. Ia sedang mengintai, matanya memantau pelabuhan udara dari kejauhan.
Sebuah data chip berwarna biru bergetar di dalam kantong jaketnya, hasil peretasan dari operasi semalam. Ia memindainya ke panel di pergelangan tangannya. Hologram muncul: daftar pengiriman Vanta-X, rute, kode identifikasi kendaraan. Tapi yang mengejutkan bukan itu.
Di bagian bawah: nama pengirim, Komisaris Wilayah Khusus. Dan cap besi merah dengan lambang kepala serigala: Iron Howl.
Cael mengepalkan tinju. Ia tahu nama itu. Bertahun lalu, dalam ingatan samar masa kecilnya, ia melihat serigala itu di jas putih ayahnya. Ayah yang menghilang dalam eksperimen di OmegaLab. Dan sekarang, semua petunjuk mengarah pada satu orang: Dr. Voro.
Ia menekan tombol komunikasi di helmnya. “Rhea,” katanya pelan.
Di sisi lain kota, Rhea yang sedang mengintip dari belakang rak buku perpustakaan rahasia mendengar suaranya. Ia sedang menyamar di arsip kota, mencari file proyek penelitian kota masa lalu.
“Aku dapat data. Aku tahu siapa dalangnya,” kata Cael.
“Siapa?” tanya Rhea pelan.
“Dr. Voro. Mantan peneliti pemerintah. Kepala proyek Vanta-X. Dan… dia yang memimpin Iron Howl.”
Rhea terdiam. Namanya pernah ia dengar dari ayahnya, Levan, yang kini mulai dicurigai di dalam kepolisian sendiri. Semua semakin rumit. Semua semakin dalam.
“Dan satu hal lagi,” tambah Cael.
“Apa?”
“Dia tahu aku ada di kota.”

Kembali ke markas bawah tanah, Voro memutar satu rekaman lama: seorang pria dalam jas putih, memegang tangan seorang bocah lelaki bermata tajam. Mereka tersenyum ke arah kamera.
“Cael Vire,” kata Voro, pelan. “Akhirnya kau kembali ke rumah lama kita.”
Ia menoleh ke Brakk. “Aktifkan Hound One dan Hound Two. Luncurkan mereka malam ini. Kirim ke semua pintu masuk sektor Delta dan Echo.”
“Untuk menangkap Nevara?” tanya Brakk.
“Untuk mencium baunya,” sahut Voro. “Dan jika mereka menemukannya… robek topengnya.”