HYUN Mi masih berusia 13 tahun ketika dia melarikan diri dari Pyongyang, Korea Utara. Bersama orang tua dan lima saudara kandungnya mereka menghindar dari pertempuran di Semenanjung Korea.

Hyun Mi, penyanyi Korea yang terkenal di tahun 60-an itu, terpisah dengan 2 saudara kandung lainnya akibat perang Korea dan China. “Kupikir baru seminggu, tapi minggu itu menjadi 70 tahun,” kata Hyun (83 tahun).

Namun setelah 70 tahun untuk pertama kalinya Hyun bisa mengunjungi rumah masa kecilnya, setidaknya mirip. Dia menggunakan (realitas virtual) seperti dilansir CNN.com.

Penderitaan keluarga yang terpisah mendorong Kementerian Unifikasi untuk meminta Palang Merah negara itu membuat proyek untuk menghubungkan dengan kampung halaman mereka.

Palang Merah lalu bekerja dengan Ahn Hyo-jin, kepala eksekutif perusahaan VR, Tekton Space, yang berbasis di Seoul untuk membuat VR kampung halaman pengungsi.

“Ada banyak pengungsi dan semuanya ingin mengunjungi kampung halaman mereka tetapi tidak bisa karena keadaan,” kata Ahn.

Hyun, yang lagunya hits tahun 1960-an tentang dipisahkan dari orang yang dicintai itu, adalah pengungsi Korut pertama yang melakukan tur virtual ke tanah airnya.

“Tidak mudah untuk membuat ulang tempat-tempat di Korea Utara yang tertutup, kata Ahn.

Perusahaannya mewawancarai Hyun, memintanya untuk mengingat momen-momen indah dari masa kecilnya. Saat Hyun berbicara, seorang desainer membuat sketsa apa yang dia gambarkan, memeriksa secara berkala untuk melihat apakah gambar itu cocok dengan ingatannya. Sketsa tersebut kemudian diubah menjadi desain 3D.

“Sangat menakutkan ketika kami mulai,” kata desainer 3D Moun Jong-sik. “Bagaimana jika benda yang kubuat tidak menyerupai ingatannya?”

Tetapi ketika Hyun memakai headset VR pada bulan September tahun ini, dia tidak dapat berhenti menangis.”Saya berhasil sampai ke Korea Utara!” Hyun berseru.

Rekreasi di Pyongyang memang tidak persis sama seperti yang dia ingat,tapi hampir mirip. Saat Hyun mengamati rekreasi tertutup salju di rumah tempat dia dibesarkan, dia berkata dia terus memikirkan orang tuanya, yang sudah lama meninggal.

“Wajah ibu, ayah, saudara perempuan dan saudara laki-laki saya terlihat di depan saya,” katanya.

Hyun ingat betapa padatnya rumah mereka dengan delapan saudara kandung di sekitar meja makan, dan menyelinap ke toko ayahnya untuk makan cumi-cumi tanpa dia sadari. Dia melihat pasar makanan laut di Pyongyang tempat dia biasa bermain lompat tali, dan Sungai Taedong, tempat dia biasa berenang saat kecil.

Hyun masih hidup dengan rasa sakit karena meninggalkan dua saudara perempuannya. Dia sempat bersatu dengan salah satu dari mereka di China 20 tahun lalu. Pertemuan yang dimungkinkan oleh broker yang memiliki hubungan bisnis di Korea Utara.

Pertemuan mereka difilmkan oleh kru dokumenter dan kemudian disiarkan televisi. Adiknya baru berusia 6 tahun ketika dia pergi dan menjalani kehidupan yang jauh lebih keras.

“Kalau saja aku ikut denganmu, aku bisa menjadi penyanyi bintang sepertimu,” kenang kakaknya saat reuni.

“Dia hampir 60 tahun tapi dia masih terlihat sama. Aku melihat bagaimana dia kehilangan semua rambutnya, semua gigi dan kuku kakinya juga,” tambah Hyun.

Pada 1990-an, waktu Hyun bertemu dengan saudara perempuannya, saat itu Korea Utara dilanda kelaparan yang menyebabkan sekitar 600.000 kematian. Meskipun perkiraan sebelumnya menyebutkan angka tersebut jauh lebih tinggi.

“Bahkan hari ini ketika saya pergi ke restoran prasmanan, saya menangis, karena makanannya berlimpah,” katanya. “Sangat menyakitkan bagiku melihat makanan apa pun dibuang karena itu membuatku memikirkan saudara perempuanku di Utara.”

Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan dalam statistik terbaru yang dirilis bulan lalu bahwa, sejak 1988, ada 133.000 orang resmi mendaftar untuk bertemu keluarga mereka di Korea Utara.

Tapi kemungkinan reuni itu menyusut seiring bertambahnya usia para pengungsi. Hingga November, terdapat 49.700 pengungsi yang terdaftar masih hidup di Korea Selatan.

Ribuan orang seperti Hyun melarikan diri dari Korea Utara selama Perang Korea pada 1950-an, melintasi perbatasan ke China dan Rusia. Banyak yang berakhir di Korea Selatan.

Mereka berencana untuk kembali ketika pertempuran mereda. Tetapi setelah perang berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953, Korea Utara dan Selatan mendirikan perbatasan yang hampir tidak bisa ditembus antar negara, mencegah siapa pun melintasi kedua sisi.

Meskipun kedua negara telah mengizinkan keluarga terpilih untuk berkumpul kembali. Namun sebagian besar keluarga yang terpisah selama perang tidak pernah dapat melihat orang yang mereka cintai.

Reuni telah dibatalkan di masa lalu ketika hubungan antara kedua negara memburuk. Pertemuan terakhir terjadi pada 2018, ketika 89 keluarga dari Korea Selatan dapat bertemu dengan kerabat mereka di Korea Utara. Banyak yang ambil bagian berusia 90-an. (***)