Wali Kota Palu diwakili Sekretaris Bappeda Kota Palu, Ibnu Mundzir, SP, M.Eng menjadi narasumber dalam kegiatan Latihan Kepemimpinan Pemerintahan (LKP) XV pada Sabtu, 15 Oktober 2022 di Aula Universitas Tadulako Palu, Jalan Marjun Habi, Kelurahan Lere, Kota Palu.

Wali Kota Palu diwakili Sekretaris Bappeda Kota Palu, Ibnu Mundzir, SP, M.Eng menjadi narasumber dalam kegiatan Latihan Kepemimpinan Pemerintahan (LKP) XV pada Sabtu, 15 Oktober 2022 di Aula Universitas Tadulako Palu, Jalan Marjun Habi, Kelurahan Lere, Kota Palu.

Kegiatan yang diikuti 51 mahasiswa baru Jurusan Administrasi Publik Program Studi Ilmu Pemerintahan tersebut dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako Palu.

BACA INI JUGA:  Musik Bambu Penyambut Tamu di Tampo Lore

Dalam kesempatan ini, Sekretaris Bappeda Ibnu Mundzir menyampaikan materi tentang “Collaborative Government : Sasaran dan Strategi dalam Pembangunan Daerah (Kasus Kota Palu).”

Secara garis besar, Ia mengatakan siklus kesenjangan pembangunan kota terdiri dari kesenjangan pengetahuan, kesenjangan kemampuan, kesenjangan kesempatan, kesenjangan aset, kesenjangan spasial, kesenjangan sosial, dan kesenjangan informasi.

Menurutnya, kesenjangan ekonomi yang begitu mencolok, kecemburuan sosial, rasa tidak berdaya, tertekan, sampai batas toleransi, terlampaui akhirnya menyebabkan ledakan ketidakpuasan.

“Di Indonesia sendiri, saat ini diperkirakan 41% penduduk tinggal di perkotaan. Khusus wilayah Jawa – Bali 53% penduduk berada di perkotaan. Tahun 2025 diperkirakan 65% penduduk akan menghuni perkotaan terutama di 16 kota besar yang ada di Indonesia,” paparnya.

BACA INI JUGA:  Tsunami Sampah Visual di Kota Palu, Cast le Vie?

Ia menyatakan akar masalah perkotaan satu diantaranya kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan perkotaan atau Collaborative Government.

Penataan kawasan tanpa pelibatan masyarakat, katanya ibarat menabur garam di lautan. Karena warga pemilik kawasan (legal atau ilegal), warga kontributor kekumuhan, dan warga harus ditempatkan sebagai aktor utama yang bertanggungjawab untuk penataan kawasannya.

“Alur pikir pendekatan menuju kolaborasi multi stakholder yakni jangan pernah bekerja sendiri. Tidak boleh sama-sama bekerja, tapi bekerja bersama-sama,” katanya.

BACA INI JUGA:  Dari Kampung Pece ke Kampung Kelor Singgah Sebentar di Po'obintu

Hal tersebut, lanjut Sekretaris Bappeda dapat dimulai dengan membangun jejaring antara Pemerintah Kota/kabupaten dan masyarakat. Kemudian tidak sekedar membuat perencanaan, tapi bagaimana agar masyarakat menjadi aktor utama dalam penyusunan perencanaan tersebut.

Selain itu, membangun kawasan bukan sekedar membangun fisik tapi membangun manusia. Sehingga penataan kawasan bukan hanya pendekatan fisik semata tapi harus pendekatan kemanusiaan.

“Masyarakat itu berubah karena tiga hal yaitu struktur, kultur, dan proses sosial dalam setiap proses pengambilan keputusan,” jelasnya. ***