Kasus kematian Nugi Rantaola anak laki-laki berusia 3 tahun asal Desa Tolambo, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso, hingga saat ini belum terungkap. Belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini.

Diketahui, Nugi Rantaoladitemukan dalam kondisi meninggal dunia, Minggu (11/4/2021) pukul 10.00 Wita. Setelah dilakukan pencarian selama 15 hari, Nugi ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa lagu, di kebun warga sekitar 4 km dari rumah korban.

Dari pemberitaan berbagai media massa yang memberitakan kasus ini, Kapolsek Pamona Selatan, Inspektur Polisi Satu Supriadi Bakri menyatakan belum ada tersangka dalam kasus kematian bocah tersebut. Begitu pula keterangan dari Kapolres Poso AKBP Rentrix Ryaldi Yusuf S.I.K.

Camat Pamona Tenggara, Yunirson Penyami mengatakan sesuai hasil otopsi diketahui tengkorak kepala anak Nugi bagian kiri belakang atau otak kecil retak. Menurutnya dari hasil otopsi itu bisa dipastikan karena pukulan benda keras.

Namun, sejauh ini belum ada satupun tersangka yang ditetapkan. Edmond Leonardo Siahaan menganggap polisi terlalu lamban dalam hal ini.

“Padahal, tersangka menurut Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana,” kata Edmond.

Ia menjelaskan, dalam hukum acara pidana, sebagaimana ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sesungguhnya tidak ada keharusan bagi penyidik untuk terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka sehingga sampai pada penetapannya sebagai tersangka. Penetapan tersangka cukup dilakukan dengan pemeriksaan alat bukti, mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan bukti lainnya.

Edmond memaparkan, syarat penetapan tersangka diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan: (1) minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP; dan (2) disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

Dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dijelaskan pula pengertian tentang “bukti yang cukup” yaitu berdasarkan dua alat bukti ditambah keyakinan penyidik yang secara objektif (dapat diuji objektivitasnya) mendasarkan kepada dua alat bukti tersebut telah terjadi tindak pidana dan seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidana.

Dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kapolri No 12 Tahun 2009 (Perkap 12/2009) Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia bahkan dijelaskan gamblang;

  1. Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
  2. Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.

Oleh karena itu disimpulkan bahwa seseorang hanya bisa ditetapkan sebagai tersangka bila terdapat minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan, sebelumnya telah pernah diperiksa sebagai calon tersangka/saksi.

Dalam hukum acara pidana, proses penetapan tersangka merupakan bagian akhir dalam proses penyidikan, yaitu suatu tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti terhadap suatu perkara dan menemukan seseorang yang karena keadaan dan perbuatannya patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Untuk sampai pada keyakinan bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka, penyidik harus melakukan pemeriksaan terhadap alat bukti, mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan bukti lainnya. Untuk disebut layak sebagai alat bukti, keterangan saksi tersebut minimal dua orang saksi, dan harus diperiksa pula kualitas kesaksian itu, bukan sekadar ada saksi. Bagaimana perilaku dan kesusilaan saksi, hubungan saksi dengan calon tersangka, sehingga berpengaruh pada keterangannya. Begitu pula keterangan seorang ahli, harus dilihat juga kualitas keterangan tersebut, bukan sekadar ada keterangan ahli.

Sehingga, menurut Edmond: “Polres Poso harus segera menetapkan tersangka dengan alat bukti permulaan yang cukup dan dua alat bukti yang ada. Jangan sampai terkesan bahwa proses penyidikan yang harusnya berujung pada penetapan tersangka ini memang lamban dan tidak serius. Sementara kasus ini menyedot perhatian warga di Sulteng.” ***