harus mengikuti taklim yang berisi seruan-seruan jihad dan pemetaan siapa saja musuh-musuh mereka.

***

Santoso tengah mengaso di Markaz Asykari Mujahiddin Indonesia Timur. Wajahnya tampak semringah. Itu lantaran asykari yang sudah mereka latih beberapa bulan terakhir memperlihatkan kemajuan berarti. Sejumlah kombatan lokal dari Poso juga menambah kekuatan mereka.

“Saatnya kini mengumumkan diri kepada dunia,” gumamnya.

Ia memanggil Imron untuk mempersiapkan pengumuman itu. Ustadz yang paham Bahasa Arab diminta untuk menuliskan dukungan untuk Islamic State of Iraq and Syria di bawah Abu Bakar Albaghdadi.

Sumpah setia MIT kepada ISIS itu disampaikan pada Juli 2014. Lalu pada November 2015, MIT merilis video dan menyebut diri mereka sebagai ‘Prajurit Negara Islam’. Video ini juga berisi ancaman terhadap pemerintah dan Kepolisian RI. Santoso diberi gelar Abu Syarqi Al Indunisi, pemimpin laskar dari Indonesia.

Sejak saat itu dukungan dari Suriah pun mengalir. Pendanaan, senjata dan logistik lainnya dengan mudah didapatkan. Para kurir ditugaskan untuk memasoknya ke kombatan yang tengah bergerilya itu. Para kombatan dari Uigur, Tiongkok pun bergabung. Serangan demi serangan pun dilancarkan kepada aparat keamanan dan warga sipil.

Di sisi lain, satuan tugas Kepolisian menggiatkan operasi. Ada yang ditangkap hidup-hidup dan ada yang tewas ditembak.

Pada akhir Desember 2014, tiga warga Lembah Napu dilaporkan diculik oleh kelompok sipil bersenjata. Mereka adalah Gara Taudu, Harun Tomimbi dan Viktor Tolaba. Mereka diculik saat menyadap damar di hutan Desa Tamadue, Lore Timur. Lalu pada Minggu, 28 Desember 2014, Gara Taudu alias Jemmy ditemukan telah tewas dengan luka tembak di dada dan kepala. Jejak Santoso mulai tercium di lembah megalit ini.

Aparat keamanan kemudian menempatkan ratusan aparat di wilayah dengan padang savanah nan indah ini. Operasi demi operasi digelar. Januari 2015 dimulailah Operasi Tinombala 2016. Perburuan Santoso digiatkan. Perburuan dialihkan ke Lembah Napu. Dipastikan kelompok ini sudah meninggalkan Gunung Biru, meski beberapa kali mereka muncul di wilayah pesisir Poso.

Kali ini operasi melibatkan semua jajaran. Polisi dan TNI menggelar operasi bersama. Semua pasukan elit TNI dari semua angkatan dan Kepolisian dilibatkan. Badan Intelijen Negara dan Badan Intelijen Strategis juga dilibatkan penuh. Tapi Santoso seperti hantu yang mudah hilang dan lenyap. Padahal sejumlah anggota kelompoknya telah ditembak mati.

Mujahiddin Indonesia Timur kian menjadi momok. Kelompok sipil bersenjata ini menyerang sesiapapun yang mereka anggap thagut, atau setan yang disembah manusia. Mereka tak pilih-pilih korban. Polisi, tentara bahkan warga biasa.

***

Langit di ufuk barat kian memerah jingga. Waktu Magrib sudah tiba. Santoso dan para kombatan sudah bersiap-siap menggelar shalat jamaah. Laiknya shalat para kombatan, ruku demi ruku dilakukan bergantian untuk berjaga.  

Di sebuah tempat di Poso, sudah empat jam Ahmad Alghifary duduk depan notebook. Ia harus menyelesaikan sejumlah laporan atas pengamatannya kepada tumbuh kembangnya kelompok MIT. Dia harus memilah sejumlah informasi prioritas untuk disampaikan kepada Brigadir Jenderal TNI Sultan Siregar yang meminta dia untuk membantu Operasi Intelijen Madago Raya.

Laporannya difokuskan pada memutus rantai pasokan dana, senjata dan logistik lainnya kepada kelompok ini. Dana dari Suriah bisa dicegat sebelum sampai, karena rata-rata dicairkan di Jakarta atau di Palu. Begitu pun pengiriman senjata dan amunisi.

Mereka memakai kurir dari Jawa dan Poso. Mereka mudah dikenali. Mereka harus dicegat sebelum sampai ke titik drop off. Ahmad sudah menandai titik-titik penjemputan logistik itu menggunakan Google Maps.

Sekarang ia tengah bersiap-siap menunaikan shalat magrib. Sajadah almarhum ibunya yang berwarna kuning keemasan selalu jadi alas sujudnya. Itu selalu dibawanya kemana pun ia pergi. Jadi semacam azimat hidup buatnya.

Ini kenangan paling berarti dari ibunya selain sebuah mushaf Alquran tua bersampul beledru. Ada banyak kenangan tentang ibunya tersemat di sana. ***

Kisah selengkapnya: Bara Api di Timur Celebes: Huru-hara di Teluk Tomini