Masa kecil hingga remaja, saya habiskan di Masigi, Kecamatan Parigi dan di Dolago, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Itu masa-masa penuh kenangan 35 tahun lalu. Dolago berjarak tidak kurang 100 kilometer dari Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi
Saya bersekolah di tiga sekolah dasar. Kelas I saya di Sekolah Dasar Islam Alkhairaat di Loji, Parigi. Lalu, di Sekolah Dasar Inpres Dolago hingga kelas V lalu tamat di SD Negeri 1 Parigi.
Sebenarnya saya mau mengisahkan Binte, yang bagi orang di luar Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo mengenalnya sebagai Sup Jagung. Di Gorontalo selain dikenal sebagai Binte Bilihuta juga disebut Milu Siram.
Almarhum ibu saya, Fauziah Ismail suka memasak binte. Jagung lokal atau dikenal sebagai jagung pulut jadi pilihannya. Dipipil, dicuci bersih, lalu direbus bersama tomat merah, suiran ikan tuna, garam dan penyedap rasa sampai matang.
Bila ingin disajikan, ditambah rica tumbuk. Rica adalah penyebutan orang Sulawesi Tengah pada Cabai Rawit. Ditambahkan pula irisan daun bawang merah. Diberi setengah sendok minyak kelapa kampung, kemudian perasan seiris jeruk nipis. Pencampuran bahan sesuai selera kita.
Saya yang suka makan Binte, selalu mencari warung binte yang juga menjual telur ayam atau telur bebek rebus. Itu lebih nikmat. Di tahun 1980-an, harga seporsi binte Rp50 – Rp100. Sekarang ada yang Rp10 ribu sampai Rp15 ribu.
Sejak saya sekolah di Palu pada 1990, saya suka mencari binte. Sayangnya, tak sesuai selera. Kenangan pada semangkok binte seperti yang saya makan di kampung halaman selalu menjadi pembanding.
Saya biasa makan binte di Biromaru, di Palu Barat dan di sekitar Pasar Masomba, tapi tak ada yang rasanya benar-benar kena di lidah. Barulah pada Rabu, 17 Juni 2020 saya kembali merasakan binte seperti di masa kecil saya itu.
Ceritanya, Rabu malam saya berselancar di Facebook. Ada Syarifah Latowa yang memosting menu yang dia makan di #dapubuji. Ada pula binte. Pemilik #dapurbuji adalah Mohammad Hamzah, salah seorang fotografer dengan segudang pengalaman dari Kantor Berita Nasional Antara dan istrinya. Istrinya adalah Fitri Pratami, ibu rumah tangga yang sejak menikah mulai merintis beragam usaha kuliner. Pasangan suami istri ini adalah sahabat saya sejak lama.
Singkat cerita, saya pun memesan binte dari #dapurbuji. Karena tak bisa keluar rumah lagi, Fitri yang akrab disapa Ii itu, menyarankan memakai jasa Gojek.
Dan akhirnya, saya pun bisa mengenang kembali masa kecil saya di semangkok binte. Binte dari #dapurbuji itu memenuhi ekspektasi saya tentang binte yang enak. Bagi saya, makanan itu tak cuma urusan mengisi perut, tapi juga merawat kenangan. Kenangan pada masa kecil, jejak langkah hidup dan sudah tentu pada mendiang ibu saya yang sangat jago memasak itu. ***