Siapa yang tak kenal masakan Padang? Se-Nusantara tercinta ini Warung Padang dengan mudah ditemui. Bahkan sebab kebiasaan Urang Awak – begitu warga Minang biasa disebut – merantau sampai-sampai Warung Padang ada pula di beberapa negara. Tak terkecuali di Singapura.
Warung Padang adalah surga buat para pelancong berlidah Melayu. Meski negara itu pernah menjadi negara serumpun Malaysia, tapi kini sebab banyaknya warga asing lalu mengubah menu utama di warung-warung makan mereka. Beruntunglah banyak hawker center atau pusat jajanan di dekat public housing atau pusat perbelanjaan lainnya. Ke situlah biasanya saya hendak merasakan wanginya aroma makanan Melayu.
Salah satu yang kerap saya kunjungi selama berada di negara berjuluk Red Little Dot – titik kecil merah – itu adalah Warung Nasi Pariaman.
Alkisah, warung ini bermula dari Kedai Kopi sejak 1948. Hanya saja, cita rasa pedasnya makanan Padang di sini tak kita temui. Awal berdiri dikelola oleh Haji Isrin, generasi urang awak dari Pariaman yang tiba di Singapura.
Menu yang mereka sajikan adalah ayam bakar, rendang, ikan bakar dan sambal goreng dengan potongan tempe. Adapula ikan balado yang tak terlalu pedas. Agar puas menikmati serbaneka menunya, datanglah sebelum tiba waktu makan siang. Sebab saat itu orang kantoran istirahat dan makan siang.
Harganya tergolong murah untuk ukuran Singapura. Mulai dari S$ 8 – S$11 dalam satu paket. Warung Pariaman terletak tak jauh dari Masjid Sultan yang kesohor itu. Tepatnya di North Bridge Road, Kampong Glam di bagian tengah Singapura.
Untuk menuju ke warung ini kita dapat berjalan kaki dari Bugis Village atau China Town melewati Raffles Hospital lalu berbelok di Queen Street lalu menuju North Bridge Road.
Nah, selain itu adalah warung nasi Padang yang benar-benar kena lidah di dekat Warung Nasi Pariaman tadi. Namanya Restaurant Hjh. Maimunah. Letaknya di Jalan Pisang. Warung makan ini berdiri pada 1990. Sekarang sudah generasi ketiganya.
Di sini lidah Melayu dimanjakan. Rasa rendangnya persis bila kita makan di warung Padang di negeri kita. Menunya beragam. Ada tahu telur, siput sedot, ayam merah, rendang, dan paru balado. Bila tak salah, ada 40 menu yang disajikan. Harga makannya berkisar S$ 9 – S$ 15.
Bila terasa jauh, karena saya tinggal di Clementi di dekat kampus National University of Singapore, maka pilihan saya jatuh di food court di University Town. Hanya dengan merogoh kocek S$ 5 saya sudah dapat makan rendang atau gulai ayam seporsi.
Bila kapan-kapan Anda melawat ke Negara berpenduduk 5,7 juta jiwa itu, warung-warung makan itu saya rekomendasikan buat Anda. Apalagi bila ingin mencari makanan berlabel halal. ***