Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akhirnya memenuhi panggilan KPK pada Senin, 10 Juni 2024, terkait kasus suap yang masih buron.

“Pak Hasto dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK,” kata Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, pada Kamis, 6 Juni 2024.

Selama empat jam pemeriksaan, penyidik KPK menyita ponsel dan catatan agenda Hasto sebagai barang bukti. Ketua Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyitaan ini dilakukan sesuai aturan.

“Penyitaan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Mengutip Majalah Tempo dalam sebuah laporan berjudul “Di Bawah Lindungan Tirtayasa” pada Januari 2020, KPK pernah berencana menangkap Hasto di kompleks bersama Harun Masiku. Sayangnya, operasi itu gagal meski KPK sudah punya cukup bukti. Tim KPK yang memantau mereka di PTIK sempat dicegah oleh petugas dan akhirnya operasi gagal.

“Kami sempat dicegah oleh petugas PTIK dan diminta menunjukkan identitas. Penyelidik kami saat itu hendak salat,” kata Ali Fikri, pelaksana tugas juru bicara KPK, Kamis, 9 Januari 2020.

Selain itu, KPK juga gagal menggeledah kantor di Jakarta Pusat karena dihalangi petugas keamanan partai. Di hari yang sama, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota KPU, Wahyu Setiawan, dalam kasus suap serupa.

Masih dari laporan Tempo berjudul “Jejak Hasto dan Puyer Kupu-Kupu” menyebutkan bahwa Hasto sempat menghilang saat KPK hendak menggeledah kantor PDIP dan melakukan OTT. Hasto yang dijadwalkan memberi keterangan media pukul 12.30 WIB, tiba-tiba menghilang. Akhirnya, Djarot Saiful Hidayat menggantikannya.

“Pak Hasto diare tadi katanya,” ucap Djarot saat ditanya keberadaan Hasto.

Hasto akhirnya muncul pukul 17.00 WIB di Jakarta International Expo, Kemayoran, dengan wajah sumringah sambil memegangi perutnya. Dia mengatakan rumahnya kebanjiran sehingga dua mobilnya ikut tenggelam, dan dia mengalami diare. Dia mengaku sembuh setelah minum obat tradisional. “Dengan puyer Cap Kupu-kupu ternyata sangat ampuh,” katanya.

Kasus suap ini terjadi pada November 2019, saat Harun Masiku berusaha menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum pemilu 2019. Untuk duduk di parlemen, Harun diduga menyuap Wahyu Setiawan, Komisioner KPU. Uang suap ini diberikan melalui Saeful Bahri, yang disebut-sebut sebagai orang dekat Hasto. Meskipun Hasto membantah Saeful sebagai stafnya, Saeful mengakui bahwa uang suap berasal dari Hasto. “Iya, iya,” kata Saeful. ***