Langkah gerilya dipilih Santoso dan kawan-kawannya. Di tengah persembunyian, ia melakukan konsolidasi. Mereka berharap ada bantuan yang segera datang.
Logistik yang dibawa Ahmad Alghifary tentu belum memadai. Mereka harus mengumpulkan lagi amunisi dan senjata sebanyaknya.
Santoso bilang, ia butuh SPG1-V4. Senjata yang disebutnya itu adalah pelontar granat berkaliber 40 mm. Untuk penggunaannya, pelontar granat ini dipasangkan pada senapan serbu SS2 dengan varian V1. Jarak pelontaran dapat mencapai 350 meter dengan kecepatan 75 meter per detik. Mekanisme penembakan dilakukan satu per satu dengan cara pengisian manual.
“Kita dulu punya itu tapi kemudian disita pasukan musuh saat penyergapan di Tanah Runtuh,” sebut Santoso.
Senjata ini efektif untuk melindungi pergerakan mereka dalam sebuah penyergapan.
Minggu lalu Ahmad selain membawakan bahan makanan dan ransum militer yang didapatnya dari pendukung mereka, ia juga membawa 5 pucuk FN 57 beserta amunisinya.
Kepada Santoso, ia beralasan bahwa pelontar granat dan senjata laras panjang yang mereka minta susah ditemukan dalam situasi saat ini.
Padahal ini memang ini sudah dipersiapkan agar kelompok ini melemah dari sisi persenjataan. Mereka tak akan mungkin melawan bila terjadi pertempuran terbuka dengan personil Operasi Tinombala.
Alasan Ahmad diterima kelompok ini. Hanya ia agak kuatir bila samarannya terkuak. Beruntung ia mendapat tempat di kelompok ini, apalagi selain untuk pasokan bahan makanan, untuk urusan komunikasi ke dunia luar, mereke mengandalkannya.
Ahmad sudah merakit pemancar bergerak buat mereka. Saat di kampus ia sempat mengelola radio komunitas. Itu jadi bekalnya menyusup ke kelompok ini. Telepon genggam mereka tak selamanya aktif. Pada waktu-waktu tertentu diaktifkan. Utamnya bila ada kebutuhan mendadak. Beberapa titik di mana ada signal mereka sudah tandai.
Soal pasokan listrik, sebuah panel pembangkit listrik tenaga surya 100 watt mereka punya. Itu benar-benar dipakai terbatas. Ada pula beberapa power bank tenaga surya. Pendek kata, kelompok ini sudah benar-benar siap ketika masuk hutan. Para pendukung mereka baik di Jawa maupun di wilayah-wilayah terdekat sudah menyiapkan semua itu.
***
Sementara untuk berhubungan dengan Komando Operasi Intelijen Madago Raya, Ahmad Alghifary cuma kenal satu nama; Brigadir Jenderal Syamsuddin Siregar.