Kubah adalah ciri umum masjid-masjid di Nusantara, namun berbeda dengan Masjid Baiturrahim di Lorong Makassar, Jalan Sarikaya, Kota Palu, Sulawesi Tengah ini. Fasad masjid itu berbentuk kubus, menyerupai Ka’bah, pusat peribadatan umat Islam di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.

Sebelum pandemi virus Korona (Covid-19) melanda Indonesia, masjid ini ramai dikunjungi warga untuk sekadar ber-swafoto. Sekarang, hampir tak ada lagi. Hanya Imam dan seorang Marbot yang selalu memastikan adzan tetap berkumandang saat waktu shalat tiba.

Lelaki yang saya temui pertama kali saat saya melawat ke Masjid Ka’bah itu, Sabtu (2/5/2020) sore adalah Imam masjid nan unik dan istimewa ini. Namanya, Mohammad Jasmin. Saat waktu shalat Adzar datang menjelang, ia lebih dulu ke masjid untuk membersihkan lantai masjid.

Masjid Ka’bah ini berlantai dua. Lantai dua dipakai untuk jamaah perempuan dan untuk tempat pengajian anak-anak. Namun, sebab pandemi Covid-19 proses belajar mengajar Alquran dihentikan sementara. Nama masjid ini: Baiturrahim, rumah Allah yang Maha Pengasih.

Ornamennya menarik. Di depan mihrab,  tempat imam memimpin shalat, terpampang kaligrafi dinding dengan ornamen khas Timur Tengah dengan tulisan dalam lingkaran; Allah dan Muhammad, lalu kalimat syahadat Lailahailallah Muhammadarasulullah. Itu bentuk pengakuan umat Islam pada Allah, sang Maha Pencipta dan pada Rasul Muhammad, sebagai pembawa risalah Islam.

“Sejarah bangunan ini bermula dari taman pengajian Alquran di awal 2017. Masuk tahun 2018, kami dapat dua lahan wakaf. Bentuk Ka’bah ini untuk mengingatlkan kita pada Masjidil Haram, Mekkah. Kalau kita ingat kubus warna hitam Ka’bah, kita pasti ingat Allah dan Islam. Ini bentuk dakwah kami di lingkungan ini, khususnya di lingkungan Pasar Inpres. Lingkungan Inpres ini, khususnya Lorong Makassar ini bisa kita sebut lorong hitam. Alhamdulillah karena adanya masjid ini banyak yang hijrah. Jadi taat beragama,” tutur Jasmin

Ada satu lagi ciri khas ornamental masjid yang sudah menghabiskan Rp400 juta dalam pembangunannya ini, yakni bila kita menatap ke atas, di langit-langit plafonnya dirancang membentuk lafal tulisan Allah. Bila ingin terasa keindahannya, mulailah pandangan kita dari kaligrafi dinding di depan mihrab, lalu pandangan kita menyapu perlahan dari bawah hingga ke langit-langit masjid. Selain itu, sesuai penjelasan Jasmin ukuran masjid ini 9 x 9 meter dan tingginya 9 meter pula. Padahal awalnya mereka merencanakan 10 x 10 meter. Menarik bukan?!

Nah, sekarang waktu shalat Adzar tiba. Meski ada anjuran untuk tidak shalat berjamaah, namun adzan tetap harus dikumandangkan untuk menandai waktu shalat. Lantaran larangan itu pula hanya imam masjid dan seorang marbot yang setiap saat ada di masjid. Mereka harus memastikan masjid bersih setiap saat. Meski tidak lagi bisa dipergukanan untuk shalat berjamaah/ selama pandemi Covid-19.

Jasmin berharap selain menjadi tempat syiar Islam, masjid mereka ini dapat pula menjadi kawasan wisata religi dan ikon baru Kota Palu. ***