Usaha mereka berbuah manis. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Sigi tak memandang sebelah mata kerja mereka. Bantuan bibit dari Jember, Jawa Timur didatangkan. Para petani setempat pun kian bersemangat. Tanaman kopi tua mereka kembali diremajakan.
Kepada mereka diperkenalkan cara memanen dan mengolah biji kopi agar kualitas serta rasanya tetap terjaga. Produk turunan semisal Cascara, teh dari kulit biji kopi pun mulai diperkenalkan.
“Jadi yang kami beri perhatian khusus itu tak cuma saat panen, tapi mulai dari awal, budidaya, pemilihan biji kopi pasca dipanen, pengeringan hingga pengolahan,” tukas Ade Cholik Mutaqin.
Berkat itu, harga kopinya pun bisa didongkrak dari harga pasaran lokal.
Untuk kopi premium dengan Grade A dan B, harganya berkisar Rp75 ribu – Rp95 ribu per kilogram. Sementara untuk Grade C terlebih dahulu diolah menjadi bubuk siap seduh. Ini harganya lebih murah mengikuti pasar lokal. Untuk 10 – 15 gram dihargai Rp1.500.
Petani pun bergembira, produk turunannya seperti Cascara dihargai Rp300 ribu per kilogram. Mereka masih melayani pembeli dari kedai-kedai kopi di Palu dan Sigi.
Menurut Agustam Nome, mahalnya produk turunan kopi ini lantaran proses pengolahannya yang lebih sulit.
“Kopi ini semuanya bermanfaat. Bahkan kulitnya bernilai jual tinggi. Daun mudanya pun bisa dibuat sayur. Saya sering makan itu,” tutur dia.
Orvianti, salah seorang petani perempuan di Dombu, Matantimali yang mereka dampingi mengakui hal itu.
“Kami jadi tahu, bahwa memanen kopi itu tidak boleh sembarangan. Kami tahu juga bagaimana proses pengeringannya hingga bagaimana mengolah kopi supaya enak diminum. Dulu kami pakai cara biasanya. Harganya pun murah di pasar. Sekarang dijual dengan harga mahal,” akunya.